‘Aktifitas pagi hari di satu jalan dekat Benteng Hindia Belanda di Pecinan’
Ini lukisan karya Willem Van der Does (1889 – 1966). Ia pelukis dengan pendidikan formal seni di Academie van Kunst di kota Rotterdam. Di Rotterdam ini juga berdiri Royal Academy of Art yang terkenal dengan nama The Hague. The Hague adalah universitas tertua di Belanda juga termasuk deretan tertua di Eropa. Salah satu sumbangsih The Hague adalah pengembangan impresionis Eropa gaya Belanda yang bermula dari Paris. Penemu aliran impresionis Belanda adalah kelompok Tachtigers dengan figur utamanya George Hendrick Breitner dan Isaac Israel. Isaac Israel tercatat pernah mengunjungi Jawa tahun 1921 – 1922. Sebelumnya Willem van der Does sudah lebih dulu datang ke Hindia Belanda pada tahun 1918. Lalu dia menjadi pegawai sipil dan tugasnya adalah meninjau serta mendokumentasikan keadaan lingkungan dan kehidupan sosial di Hindia Belanda dalam bentuk lukisan dan gambar. Era itu Hindia Belanda berada di puncak kemakmuran dimana dokumentasi semakin diperlukan. Sebagai seni dokumenter lukisan berbeda dengan fotografi. Dalam lukisan terkandung ekspresi dan ungkapan jiwa sang pelukis yang kurang atau tidak dapat dicapai oleh fotografi di saat itu.
Di tahun 1928 sekembalinya dari Hinda Belanda Isaac Israel mendapatkan medali emas pada kompetisi seni di Olimpiade Musim Panas Amsterdam Belanda. Di tahun 1936 giliran Willem van der Does yang mendapatkan medali perunggu pada kompetisi seni di Olimpiade Musim Panas Munich Jerman. Terlihat beberapa pelukis yang ke Hindia Belanda adalah pelukis berkualitas. Juga semakin menunjukkan Hindia Belanda memiliki daya tarik istimewa yang menjadi tujuan banyak pelukis kelas dunia datang mengunjungi dan berkarya.
Sedikit menjelaskan pentolan kelompok Tachtigers selain Isaac Israel yang bernama George Hendrick Breitner sempat berkarya bersama Van Gogh selama beberapa bulan. Saat itu Van Gogh berusia 28 tahun dan George Hendrick Breitner berusia 25 tahun. Perjalanan nasib memisahkan mereka karena Van Gogh sakit dan harus dirawat di rumah sakit dan setelah itu giliran George Hendrick Breitner yang dirawat di rumah sakit. Setelah sembuh Van Gogh meninggalkan The Hague sedang George Hendrick Breitner banyak menetap di Rotterdam. Van Gogh juga tahu mengenai Joseph Israel ayah dari Isaac Israel yang seorang pelukis juga dan menggunakan Josef Israel sebagai tolak ukur berkarya. Van Gogh seperti yang kita semua tahu menjadi penemu ekspresionis sedang Josef Israel, George Hendrick Breitner, Isaac Israel tetap di gaya impresionis Belanda.
Dari karya-karyanya terlihat Van der Does muda mendapat pengaruh kuat dari kelompok Tachtigers dan mengembangkan menjadi impresionis Hindia Belanda. Ia aktif berkeliling mengunjungi Batavia, Bandung, Surabaya, Malang dan Medan. Gaya impresionis Belanda mengedepankan perpaduan impresionis dan naturalis. Bersama Van der Does juga ada GP Adolf yang bergaya sama di Hindia Belanda. Berbekal teknik matang dengan latar belakang akademik dan memadukan dengan gaya naturalis lukisan karya para pelukis Hindia Belanda umumya lebih indah dari objek aslinya. Itu yang menjelaskan kenapa lukisan Mooi Indie enak dilihat. Keelokan inilah yang dikritik oleh S Sudjojono dengan sebutan ‘Indonesia Molek’. Meski dikritik bagaimanapun juga sedikit banyak Isaac Israel, GP Adolf dan terutama Willem van der Does turut membantu berkembangnya seni lukis masa Indonesia sebelum Kemerdekaan.
Van Der Does memperhatikan detil dalam banyak karyanya. Dari detil kita bisa mengetahui dan mempelajari lebih jelas kehidupan di Hindia Belanda saat itu. Karya humanis ini menggambarkan aktifitas suatu pagi hari di suatu jalan kecil di daerah Pecinan dekat benteng Hindia Belanda. Tidak ada data lengkap di kota mana dan tahun pembuatannya. Diperkirakan dilukis sebelum Belanda menyerah kepada Jepang pada Perang Dunia II.
Komposisi lukisan dibelah jalan yang tidak begitu lebar. Di selatan jalan terlihat bangunan kokoh menyerupai benteng Hindia Belanda eks VOC. Lebih jauh ke arah selatan tampak samar-samar sebagian punggung bukit.
Dalam sejarah perkembangan kota-kota di era Hindia Belanda pasar dan kegiatan usaha juga pemukiman Pecinan tumbuh di sekitar benteng. Terlihat para pejalan kaki lalu lalang hampir memenuhi trotoar yang hanya disediakan di sebelah kiri jalan menuju pasar.
Tampak di kiri depan satu rumah loteng kayu menarik yang terlihat berbeda dengan rumah sekitarnya. Ornamen khas di atas pintu menandakan rumah suku Tionghoa. Dari desain balkon dengan jendela kaca untuk melihat ke jalan di bawah kemungkinan ini rumah makan kecil atau kopi tiam. Terlihat dari pintu samping yang terbuka samar samar beberapa orang sedang duduk di lantai bawahnya. Di bagian depan yang ada pintu kecil dengan lubang angin di atasnya bagian dapur. Terlihat di atas belakang loteng sebagian ornamen atap Kelenteng. Juga terlihat sebatang pohon Angsana / Pterocarpus indicus dengan ciri daunnya yang menjuntai. Di belakangnya lagi pohon dengan bunga merah muda kemungkinan pohon Bungur.
Sinar matahari dari Timur menerobos deretan rumah dan toko di sebelah kiri lukisan dan menyinari muka deretan toko-toko milik suku Tionghoa di sebelah kanan lukisan. Bagian bawah rumah loteng disinari dan sebagian jalan lebih gelap tertutup bayangan bangunan. Tampak jelas pintu rumah loteng terbagi dua pencahayaan. Silau atap ditimpa sinar matahari pagi terlihat kontras dibanding bagian rumah loteng yang tidak mendapat sinar. Terlihat para pemilik toko seakan berlomba memasang papan merk sebesar-besarnya di bagian depan toko. Salah satu pria pemilik toko berpakaian baju tui-khim sedang menyapu halaman dan menata barang kelontong dagangannya yang semakin maju ke jalan supaya semakin menarik pembeli dalam usaha bersaing dengan toko sebelah yang terlihat lebih besar dan ramai. Terlihat samar-samar beberapa orang sedang berada di balik tirai penahan sinar matahari toko di sebelahnya.
Dekat dengan rumah kayu terlihat dua laki-laki sedang memikul sebuah gentong air kayu besar dengan sebatang balok kayu panjang. Sepertinya penjual ikan air tawar. Dari lengkung kayu pikulan dan bahasa tubuh terlihat tong itu berat. Betis berotot besar dan kering tubuh kedua laki-laki itu menandakan perjuangan panjang mencari nafkah.

Tidak jauh dari dua laki-laki tadi terlihat satu wanita bergaun membawa satu buket bunga seperti hendak memberhentikan delman yang sedang melaju atau ingin belanja ke toko seberang. Tampak sais delman menengok ke arah wanita itu mengharapkan dapat penumpang. Dari busana dan perawakan tinggi tubuh kemungkinan ini wanita dari Eropa. Pada tahun 1930 ada sekitar 240 ribu orang dengan status hukum Eropa di koloni Hindia Belanda sekitar 0,4 persen dari seluruh populasi penduduk Indonesia yang sekitar 60 juta orang. Sedang suku Tionghoa sebanyak 2 persen dari populasi.
Di kejauhan jalan terlihat samar-samar satu buah mobil kehijauan parkir di seberang benteng Belanda. Mobil sudah ada di Indonesia sejak 1907 dan saat itu mobil Ford model T adalah mobil yang paling banyak dipakai di Hindia Belanda. Mobil dan benteng yang tidak begitu ditonjolkan dalam karya ini menandakan adanya penguasa Hindia Belanda.
Pencahayaan yang presisi, penguasaan lukis anatomi, ketepatan skala dan detil alat transport juga bangunan berhasil menggambarkan respek dan empati Van Der Does untuk orang2 yang tinggal dan berusaha di sekitar benteng itu. Tiap orang-orang yang dilukiskan membawa perannya masing-masing. Rumah kayu, toko-toko dan benteng Belanda di jalan itu bagian sejarah perjalanan masa lalu bangsa Indonesia. Tahun 1942 Belanda menyerah kepada Jepang dan Hindia Belanda tinggal sejarah masa lalu. Tahun 1945 Indonesia merdeka dan sampai hari ini seluruh bangsa Indonesia terus membangun untuk menciptakan kesejahteraan seluruh negara Indonesia.
* foto hitam putih mobil Ford depan benteng koleksi Tropen Museum Belanda
* data dari artikel Hindia Belanda di Wikipedia
* data dari artikel Willem Jan Pieter Van Der Does di Wikipedia
* data dari artikel Isaac Israel di Wikipedia